KSHUMI Kalsel Nilai UU Anti Terorisme Berpotensi Menimbulkan Abuse Of Power | Berita Banjarmasin | Situs Berita Data & Referensi Warga Banjarmasin

Rabu, 30 Mei 2018

KSHUMI Kalsel Nilai UU Anti Terorisme Berpotensi Menimbulkan Abuse Of Power

(Tengah) H. Mispansyah saat melakukan diskusi bersama audiens pada acara Jalsah Ammah Ulama dan Tokoh Masyarakat/beritabanjarmasin.com
BANJARMASIN, BBCOM - Dalam rangka meningkatkan iman dan ketaqwaan di bulan Ramadhan dan turut serta mengembangkan syiar Islam di Banjarmasin khususnya dan Kalimantan Selatan pada umumnya, pada Selasa (29/05/2018) lalu, Lembaga Pengembangan Potensi Umat (LPPU) Arafah menggelar Jalsah Ammah Ulama dan Tokoh Masyarakat, bertempat di gedung Yayasan Ummul Qura, kota Banjarmasin.

Dalam acara terbatas tersebut yang dihadiri sekitar 60 orang selain di isi dengan diskusi faktual juga ada tausiyah menjelang berbuka puasa. 

Diskusi faktual tersebut disampaikan oleh H. Mispansyah Ketua DPD Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) Kalsel. 

Dalam paparannya ia menyinggung tentang revisi UU Anti Terorisme yang baru beberapa hari kemarin di ketok palu di Senayan. "Terlebih dahulu saya ingin mengatakan bahwa aksi teror beberapa waktu lalu tidak ada kaitan dengan Islam," ujarnya. 

Ia juga menggaris bawahi beberapa poin dalam UU Anti Terorisme yang baru seperti definisi yang dalam undang-undang sebelumnya tidak ada namun dalam UU baru tersebut punya definisi terorisme tidak hanya kekerasan dapat juga berupa ancaman kekerasan dapat berupa gambar,tulisan,lambang atau simbol yang membuat orang takut, menilai itu ancaman kekerasan berupa lambang, simbol hal ini sangat tergantung subjektif penilaian aparat. 

"Hal tambahannya adalah penyelidik bisa melakukan penyadapan tanpa pemberitahuan atau seijin pengadilan negeri setempat dalam waktu 3 hari, lalu yang menjadi pertanyaan adalah tidak adanya definisi kata "radikalisasi" dan orang yang terpapar radikalisme siapa yang mendefinisikannya, sehingga dalam UU hal ini menjadi sangat subyek kehendak aparat untuk mendefinisikan, terutama BNPT sebagai badan berwenang yang langsung berada di bawah Presiden menjadi penafsir tunggal," imbuhnya.

selanjutnya ia mengatakan, masa penahanan yang cukup lama dari penyidikan sampai persidangan selama 290 hari atau 9 bulan sangat rentan terjadi intimidasi kekerasan dan pelanggaran HAM. 

Masih oleh Doktor alumnus Universitas Hasanuddin ini, ia juga menyingung keterlibatan TNI dalam penanggunalan terorisme memalui operasi militer non perang, hal ini berpotensi menimbulkan tindakan refresif. sebenarnya dengan UU Antiterorisme yang dulu, aparat dapat bertindak karena bisa memakai percobaan tindak pidana, yaitu sebelum perbuatan teror dilakukan. 

"Jangan sampai kasus Suyuno terulang kembali karena UU ini berpotensi menimbulkan tindakan represif aparat atau abuse of power," tandasnya. 

Oleh karenanya ia di KSHUMI Kalsel mendorong semua pihak jika ada pasal keliru dan multi tafsir untuk sama-sama lakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Acara tersebut ditutup dengan buka puasa dan sholat maghrib berjamaah bersama. (arum/puji/ayo)

Posting Komentar

favourite category

...
test section describtion

Whatsapp Button works on Mobile Device only

close
pop up banner