Antara Kriminalitas, Zakat dan Lebaran | Berita Banjarmasin | Situs Berita Data & Referensi Warga Banjarmasin

Kamis, 14 Juni 2018

Antara Kriminalitas, Zakat dan Lebaran

Antara Kriminalitas, Zakat dan Lebaran
BBCOM, Oleh : Muhammad Ilfan Zulfani*)

Muhammad Ilfan Zulfani/beritabanjarmasin.com

Menjelang lebaran, terpantau dari jejaring berita luring maupun daring, sejumlah daerah melaporkan angka kriminalitas yang meninggi. Sebagai masyarakat tentu kita tidak asing dengan himbauan agar meningkatkan kewaspadaan di bulan Ramadhan terkhusus menjelang lebaran. Apa dan mengapa angka kriminalitas meninggi dan bagaimana cara yang dapat kita lakukan sebagai masyarakat untuk menanggulanginya, hal ini lah yang akan dibahas pada tulisan ini.
Sebagian dari kita tentu juga sudah paham sebab kejahatan khususnya pencurian atau mungkin tindakan kriminal lain yang mendatangkan pendapatan marak terjadi menjelang lebaran adalah karena adanya dorongan dari tuntutan lebaran. Ada banyak kebutuhan yang lahir dari padanya, tentu bukan berasal dari tuntutan agama melainkan tuntutan tradisi masyarakat, misalnya membeli baju baru, mudik, mengadakan jamuan makan untuk open house, liburan dan lain sebagainya.
Opini yang sudah menghegemoni masyarakat di atas sudah benar, tetapi hanya kurang dihayati sebab masyarakat awam masih melihatnya sebagai sebuah tindakan kriminal yang lahir karena masalah personal si pelaku. Kita pun ramai-ramai mengkutuk si pelaku tersebut dengan sebutan: tidak tahu diri, tidak peduli orang lain, tidak peduli halal-haram dan kata-kata kasar lainnya.
Sebagai penulis, saya mengajak kepada masyarakat agar lebih melihatnya sebagai suatu tindakan yang dilihat lebih makro: melihat tindakan kriminal tersebut karena ada yang tak beres di masyarakat kita. Si pelaku kriminal tersebut, dia memang salah secara personal, tetapi kesalahan tersebut tidak bisa dilihat sebagai sebuah aspek yang terpisah dari masyarakat, ia juga merupakan dosa komunal.
Mereka melakukan tindakan kriminal karena ada tuntutan dari kita. Loh kok bisa? Sangat bisa. Bukankah tradisi seperti mudik, baju baru, jamuan makan, dan liburan itu merupakan sebuah tuntutan dari masyarakat? Dalam sosiologi, tuntutan dari masyarakat ini disebut “social forces”. Bayangkan saja saat lebaran kita berangkat salat Idulfitri memakai baju lusuh, tentu kita merasa bagian yang terasing dan akan dipandang berbeda oleh sekeliling. Atau kita tidak mampu pulang kampung karena tak ada dana, tentu sebagai seorang tumpuan nafkah yaitu ayah (dalam sebagian keluarga perempuan juga termasuk) kita tidak merasa sebagai seorang ayah yang bertanggung jawab, bahkan lebih parahnya, kita tidak merasa sebagai anak yang baik karena tidak menjenguk orang tua di hari lebaran.
Penulis hanya ingin mengajak kepada pembaca untuk menyadari bahwa persoalan kriminalitas seperti kasus yang dibahas adalah tanggung jawab kita semua. Lantas bagaimana cara yang dapat kita lakukan juga tak lepas dari tradisi yang juga ajaran agama Islam, yaitu zakat.
Ajaran Islam mengenai hal ini, mewajibkan dua bentuk zakat yaitu zakat harta dan zakat fitrah. Zakat harta sangat luas cakupannya, tetapi intinya adalah bahwa setiap harta yang kita miliki dengan ukuran tertentu ada sekian persen hak orang lain. Sedangkan zakat fitrah adalah zakat berbentuk makanan pokok yang mesti kita berikan dalam kurun waktu tertentu yaitu dapat mulai diberikan sejak awal bulan Ramadhan sampai sebelum salat Idulfitri.
Ini lah salah satu kontribusi besar Islam mengatasi terjadinya kesenjangan ekonomi, dengan catatan jika pemeluknya melaksanakan dengan taat. Zakat adalah bentuk distribusi ekonomi yang membuat tidak terpusatnya kekayaan pada sebagian pihak, dan dalam kasus yang kita bahas, jika sudah terdistribusi dengan tepat juga baik, maka kriminalitas menjelang lebaran dapat berkurang. Sebab keadilan ekonomi melahirkan keadilan sosial. Irfan Syauqi Beik dalam jurnalnya berjudul “Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan : Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika” tahun 2009 melaporkan hasil analisa bahwa zakat mampu mengurangi jumlah dan persentase keluarga miskin, serta mengurangi kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Tentu penulis tidak menganggap bahwa hanya ini lah satu-satunya solusi, tetapi paling tidak, ini merupakan salah satu solusi yang paling berpengaruh. Hal lain yang juga turut mempengaruhi kriminalitas menjelang lebaran adalah budaya konsumtif, ini jika ditulis memerlukan bahasan tersendiri dan solusi tersendiri. Disini kita hanya fokus kepada masalah zakat yang dapat membantu saudara-saudara kita terlepas dari jurang kriminalitas sebab himpitan hidup yang besar.
Zakat sampai sekarang memang tidak ada kewajiban khusus yang berlandaskan hukum positif seperti pajak, meskipun di beberapa daerah dan instansi sudah ada yang mewajibkan zakat, tetapi itu tidak sampai pada skala nasional. Sedangkan di jajaran Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, pembayaran zakat hanya merupakan himbauan saja. Beberapa waktu yang lalu juga ada isu kemungkinan adanya kewajiban membayar zakat harta bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia yang dipotong langsung dari gaji.
Terlepas dari itu dan apapun itu, sebagai muslim dan warga negara yang baik hendaknya secara sadar kita taat melaksanakan kewajiban agama tersebut meskipun tidak ada paksaan oleh negara. Lagi pula, ibadah yang dilaksanakan tanpa adanya paksaan justru terasa lebih nikmat dan berharga di hadapan Allah, apalagi jika tidak hanya zakat saja yang kita laksanakan tetapi juga sedekah yang hukumnya cenderung sunah. semoga.

*) Penulis adalah Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia asal Banjarmasin,  Santri Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Depok.

Posting Komentar

favourite category

...
test section describtion

Whatsapp Button works on Mobile Device only

close
pop up banner