PILKADA = PEMBELAJARAN POLITIK LOKAL | Berita Banjarmasin | Situs Berita Data & Referensi Warga Banjarmasin

Sabtu, 05 September 2015

PILKADA = PEMBELAJARAN POLITIK LOKAL

Berikut catatan politik dari pakar politik Kalsel dari FISIP Unlam, DR. Budi Suryadi. Beliau mengupas mengenai pilkada. Mari kita simak. 
Apapun singkatan yang berkembang dalam masa sebelumnya, seperti pemilukada atau pilkadal atau pilkada tetap saja memiliki arti sebagai pemilihan kepala daerah, yang meliputi pemilihan gubernur dan wakil gubernur untuk level provinsi dan pemilihan bupati dan wakil bupati untuk level kabupaten serta pemilihan walikota dan wakil walikota untuk level kota.

 

Pemilihan kepala daerah dari perspektif politik dilihat sebagai pembelajaran politik di ranah lokal. Di sini sebagai sebuah pembelajaran politik lokal, pemilihan kepala daerah dianggap ajang kompetisi yang bebas semua orang di daerah untuk mengikutinya sebagai calon kepala daerah, simpatisan maupun sebagai pemilih.
Namun calon kepala daerah, simpatisan dan pemilih dalam ajang kompetisi pilkada ini harus dan wajib meyadari bahwa pilkada ini merupakan aset daerah untuk melatih kebiasaan berpoliik di daerah sehingga politik daerah kondusif bagi peningkatan wawasan politik bagi generasi sekarang dan generasi masa akan datang.
Peningkatan wawasan politik ini berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah. Bahwa tujuan maupun manfaat berpolitik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di daerah sehingga setiap tindakan politik yang dilakukan menciptakan peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah ini.
Calon-calon kepala daerah yang diberi simbol calon elit politik ini harus dan wajib menjadikan kompetisi ini sebuah pembelajaran politik lokal. Calon-calon kepala daerah tidak menjadikan kompetisi ini sebagai ajang harga diri dan harga mati untuk menang sehingga tidak akan terjebak pada tindakan segala cara untuk meraih kemenangan tersebut.
Misalnya melakukan politik uang untuk menang ini tentu tidak menyehatkan kondisi pembelajaran politik di masyarakat daerah, dimana politik uang ini secara perlahan akan merusak nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat. Politik uang akan menggeser kesadaran masyarakat dari kesadaran tradisional menuju kesadaran uang, yang akhirnya masyarakat daerah terjebak pada uang sehingga tidak menyadari lagi arti nilai-nilai sosial di masyarakat, segala tindakan justru diukur dengan uang.
Simpatisan calon kepala daerah yang tergabung dalam gerbong tim sukses atau pun pendukung calon-calon pilkada harus dan wajib menyadari bahwa tanggung jawab politik mereka untuk menjadikan ajang kompetisi ini sebagai bentuk ekspresi kebebasan masyarakat untuk memilih dengan tanpa adanya intimidasi atau kekerasaan bentuk apa pun yang mengganggu ketertiban sosial.
Pemilih dalam pilkada harus dan wajib menyadari untuk selalu memikirkan dampak bagi masa akan datang atas pilihan yang dilakukannya. Pemilih harus memiliki wawasan berpolitik luas dalam menentukan pilihannya dan tidak terjebak pada wawasan sempit yang tanpa disadari hanya akan merugikan bagi generasi masa akan datang.
Satu pemilihan kepala daerah bukan lah akhir dari pilkada, jadi masih banyak pilkada-pilkada berikutnya untuk generasi masa yang akan datang. Artinya juga bahwa pilkada yang sedang dihadapi sekarang bukan lah akhir dari penentu kesejahteraan masyarakat karena kesejahteraan mayarakat itu berproses dari waktu ke waktu jadi pilkada merupakan latihan dan kelahiranbagi calon-calon pemimpin daerah, simpatisan dan pemilih yang memiliki tanggung jawab politik bagi generasi sekarang dan masa akan datang.

Pakar Politik Fisip Unlam
Dr. Budi Suryadi, MSi







Posting Komentar

favourite category

...
test section describtion

Whatsapp Button works on Mobile Device only

close
pop up banner