Catatan Pakar Politik Dr.Budi Suryadi: Pemilih Sesat | Berita Banjarmasin | Situs Berita Data & Referensi Warga Banjarmasin

Jumat, 13 November 2015

Catatan Pakar Politik Dr.Budi Suryadi: Pemilih Sesat

Pemilih merupakan salah satu aktor utama dalam proses pemilihan kepala daerah, dengan kata lain tanpa adanya pemilih maka sebuah pemilihan kepala daerah tidak akan bisa dianggap legitimet ataupemilihan kepala daerah tersebut dianggap tiada arti apa pun tanpa kehadiran pemilih ini.
Pemilih menjadi penentu akhir dari perhelatan sebuah pemilihan kepala daerah, ibaratnya kesuksesan dn ketidaksuksesnya ditentukan pemilihnya. Pemilih berpartisipasi maka pemilihan kepala daerah berlanjut sebaliknya pemilih tidak berpartisipasi maka pemilihan kepala daerah di stop.
Kehadiran pemilih ini juga bisa membuat sebuah pemilihan kepala daerah berkualitas. Simbiosis mutualismenya pemilih berkualitas maka pemilihan kepala daerah juga akan berkualitas, sebaliknya pemilih tidak berkualitas maka pemilihan kepala daerah juga akan tidak berkualitas.
foto: unlam.ac.id
Sebegitu pentingnya sosok pemilih ini banyak upaya dilakukan untuk menarik simpati pemilih agar terus berhadir dalam perhelatan pemilihan kepala daerah. Tidak itu saja banyak jenis pendidikan maupun pelatihan bagi pemilih dilakukan agar sosok pemilih ini meningkat derajat pengetahuannya.
Selama perjalanan pemilihan kepala daerah sampai saat ini sosok pemilih yang terbentuk memiliki varian perbedaan yang meliputi pemilih tradisional, pemilih rasional dan pemilih pragmatis. Masing-masing varian pemilih ini memiliki basisnya dan logika tersendiri yang tersebar di masyarakat.
Nampaknya varian pemilih ini terus abadi sampai sekarang dengan tanpa terlihat perubahan-perubahan. Namun dari sekian lama perjalanan pemilihan kepala daerah yang berlangsung ini jika pemilih masih mempertahankan karakteristik variannya sendiri maka pemilih ini tentu sudah tersesat dalam belantara pemilihan kepala daerah.
Dimana seharusnya pemilih sudah mengalami transformasi dengan beradaftasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas. Pemilih tidak terkerangkeng pada kepentingan diri sendiri yang lebih bernuansa materialisme dengan pandangan sempit akan keberlanjutan hidupnya sendiri.
Seharusnya pemilih setelah keluar dari varian ketradisionalannya justru pemilih menjadi pemilih yang rasional (cerdas) bukan menjadi pemilih yang pragmatis. Proses lama dalam varian tradisionalisme menjadikan pemilih lebih bijak dan cerdas untuk melakukan pemihakan kepada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Selain itu pengalaman mengikuti pemilihan kepala daerah yang sudah berlangsung lama dapat menjadikan motif bagi pemilih untuk lebih mampu dalam mengatasi niatan kepentingan pribadinya yang selalu ada dan tidak pernah luntur dalam diri individu pemilih tersebut.
Walaupun demikian sudah berapa orang pemilih yang dalam belantara pemilihan kepala daerah ini terus tersesat dalam varian pragmatisme. Tanpa ada kesadaran untuk untuk keluar dari varian pemilih yang menyesatkan tersebut yang merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Harapan tiada henti untuk pemilih yang tersesat tersebut untuk sadar mengambil posisi menjadi pemilih yang rasional (cerdas) dalam menentukan kepala daerahnya agar pemilihan yang memang sejatinya sebagai seleksi pemimpin yang memperjuangkan kepentingan umum. 

*Dr. Budi Suryadi/Staf Pengajar Fisip Unlam











Posting Komentar

favourite category

...
test section describtion

Whatsapp Button works on Mobile Device only

close
pop up banner