BANUAONLINE.COM - Sejak dilantik 9 September 2014 sampai
dengan akhir tahun 2014, anggota DPRD Kalimantan Selatan telah genap bertugas selama
lebih 100 hari. Tetapi kinerja para wakil rakyat ini dipertanyakan, karena selama 100
hari bekerja, tak menunjukkan kinerja yang optimal meski telah menghabiskan
anggaran sebesar Rp 6.434.675.000.
Berdasarkan
perhitungan minimalis yang dilakukan lembaga komunitas untuk demokrasi (LKOMDEK)
Kalimantan Selatan, DPRD Kalimantan Selatan telah menghabiskan anggaran sebesar
Rp 6,4 miliar dalam 100 hari masa kerjanya. Sebelum dilantik, anggota DPRD Kalimantan
Selatan telah diberikan pakaian dinas yang memakan anggaran Rp 599.675.000. “Lalu
pada saat pelantikan anggota DPRD Kalsel dan pelantikan pimpinan definitif
terkuras anggaran Rp 180.000.000,” kata Muhith Afif, Koordinator LKOMDEK (1/2015)
![]() |
LKOMDEK-Muhith Afif |
Setelah pimpinan
DPRD Kalsel dilantik, kata dia, pansus tatib dan pansus kode etik langsung
bertolak ke Jakarta dengan alasan konsultasi ke kementerian dalam negeri.
Puluhan anggota DPRD Kalsel yang melakukan konsultasi ini menghabiskan anggaran
Rp 100.000.000 rupiah.
Kemudian, meski
pada bulan September tidak melaksanakan tugas apa-apa selain menerima kelompok
masyarakat yang demonstrasi ke DPRD Kalsel, setiap anggota DPRD Kalimantan
Selatan sudah mendapat gaji sebesar Rp 22.000.000 pada tanggal 1 Oktober 2014. “Sehingga sejak bulan Oktober sampai dengan Desember 2014, untuk
menggaji anggota DPRD Kalsel negara telah mengeluarkan uang sejumlah Rp 3.630.000.000,”
urainya.
Ditambahkannya, pada
bulan November 2014, anggota DPRD Kalsel melaksanakan reses yang menyedot anggaran
Rp 825.000.000. Kunjungan kerja atau studi banding DPRD Kalsel selama
Oktober sampai dengan Desember 2014 telah menghabiskan anggaran sebesar Rp 1,1 miliar.
“Apabila uang sejumlah Rp 6.434.675.000 ini dibandingkan dengan kinerja
para anggota DPRD Kalimantan Selatan, maka bisa dikatakan kinerja anggota DPRD
Kalsel belum optimal melaksanakan tugas-tugasnya,” jelasnya.
Tidak optimalnya
kinerja anggota DPRD Kalimantan Selatan ini disebabkan karena dua fungsi
lembaga legislatif sama sekali belum dijalankan oleh anggota DPRD Kalimantan
Selatan, yaitu legislasi dan penganggaran.
Sejak dilantik
pada 9 September, ujar Muhith, tak pernah terdengar DPRD Kalimantan Selatan membahas
perda di rumah banjar, baik perda inisiatif dewan maupun perda usulan
pemerintah provinsi.
Padahal tugas
pokok lembaga legislatif itu salah satunya membuat peraturan. Meski diisi para
politisi senior, kinerja legislasi DPRD Kalimantan Selatan kalah dibanding DPRD
Kotabaru. DPRD Kotabaru sudah berhasil membahas beberapa perda. Satu-satunya
fungsi yang sering dijalankan anggota DPRD Kalimantan Selatan adalah fungsi
pengawasan.
Akan tetapi
fungsi pengawasan ini juga tak memberi dampak apa-apa. Listrik di Kalimantan
Selatan tetap sering mati, sekolah di Balangan tetap akan tergusur perusahaan
tambang, demikian juga proyek-proyek yang dianggarkan di APBD Kalimantan
Selatan tetap molor. “Oleh karena itu, kami mengingatkan kepada
anggota DPRD Kalsel agar lebih meningkatkan kinerjanya untuk waktu yang akan
datang,” kritiknya.
Lembaga
legislatif, lanjutnya, adalah salah satu pilar demokrasi yang memiliki peran
sangat strategis. Oleh sebab itu, jangan sampai stigma negatif kepada DPRD
semakin melekat. DPRD Kalimantan Selatan jangan sampai melupakan fungsi
legislasi dan penganggaran, karena dua fungsi itu fungsi istimewa yang tidak
bisa dilakukan lembaga lain. (stp/mb)
Posting Komentar