Inilah Pemicu Inflasi dan Kenaikan Harga Bapok di Kalsel | Berita Banjarmasin | Situs Berita Data & Referensi Warga Banjarmasin

Rabu, 02 Desember 2020

Inilah Pemicu Inflasi dan Kenaikan Harga Bapok di Kalsel

foto ilustrasi: beritasatu

BERITABANJARMASIN.COM - Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kalsel, Birhasani memaparkan perkembangan harga bahan pokok (bapok) dan upaya yang harus dilakukan menjelang hari besar keagamaan nasional (HBKN) di Kalsel.

Berdasarkan data dalam tiga bulan terakhir yang menjadi faktor pendorong, pengungkit, maupun penekan inflasi di Kalsel yakni di bulan Agustus terjadi inflasi sebesar 0,26 persen, kemudian untuk inflasi tahunan dari bulan Agustus 2019 sampai Agustus 2020 sebanyak 1,17 persen.

Kemudian di bulan September terjadi deflasi sebesar 0,31 persen, inflasi tahunan dari bulan September 2019- September 2020 sebanyak 1,04 persen. "Oktober kita kembali inflasi 0,22 persen dan tahunannya sebanyak 0,03 persen," terangnya.

Adapun beberapa faktor pendorong inflasi di bulan Agustus yaitu minyak goreng, ikan kembung, ayam ras, telur ayam ras, bawang merah, dan bawang putih.  "Kemudian deflasi bulan september minyak goreng, ikan gabus, bawang merah, dan bawang putih. Sedangkan penekanya ayam ras, telur ayam ras, dan bawang merah," bebernya.

Sementata itu, inflasi di bulan Oktober faktor pendeorongnya yakni ayam ras, minyak goreng, ikan gabus, dan ikan nila. "Kita lihat pendorong ke inflasi maupun yang mengarah ke inflash walaupun kondisinya deflasi, dari tiga bulan itu adalah minyak goreng kemasan," tuturnya.

Sebagaimana yang diatur dalam peraturan menteri perdagangan dalam negeri nomor 7 tahun 2020 harga acuan minyak goreng kemasan Rp 11 ribu. "Sepanjang tahun 2020 harganya 12 ribu keatas, sedangkan daging ayam ras dibulan Agustus, September, Oktober, sebagai penekan inflasi artinya harganya murah," ungkapnya.

Harga acuan daging ayam ras Rp 35 ribu rupiah menurut Permendag. Sedangkan beberpa bulan yang lalu harga daging ayam ras di Kalsel hanya Rp 25-28 ribu rupiah di pasaran.

Sementara itu, pada bulan Oktober-November daging ayam ras menjadi pemicu terjadinya inflasi, karena harganya naik menjadi Rp 38-40 ribu per kilo. "Karena itu hari besar keagamaan seperti maulid, aktivitas warga masyarakat kita, ekonomi kita sudah mulai begerak, yang nikah banyak, hotel mulau ramai, rumah makan sudsh buka. Sehingga, menyerap untuk konsumsi ayam," bebernya 

Oleh karena itu, diperkuka adanya monitoring dari jajaran Disdag Kabupaten dan Kota termasuk provinsi. Sementara itu, Birhasani mengatakan tugas satgas pangan sudah sangat aktif memonitor dalam rangka memotivasi para pedagang bahwa ketersediaan stok pangan kita di tingkat distributor pada umumnya tidak bermasalah.

"Sehingga mereka tidak berfikir untuk menimbun, penyampaian informasi kepada masyarakat tentang perkembangan harga sangat diperlukan sekali," pungkasnya.(fitri/puji)

Posting Komentar

favourite category

...
test section describtion

Whatsapp Button works on Mobile Device only

close
pop up banner