Menengok Kembali Demokrasi Kita | Berita Banjarmasin | Situs Berita Data & Referensi Warga Banjarmasin

Senin, 26 Februari 2018

Menengok Kembali Demokrasi Kita

Menengok Kembali Demokrasi Kita
BBCom, Oleh Rahmat Hidayat*)

(Rahmat Hidayat, Ilustrasi oleh Zulfian/beritabanjarmasin.com)
“Insanity is doing the same thing over and over again and expecting different result’’ (Einstein - 14 Maret 1879 – 18 April 1955)

Si jenius Einstein menerangkan bahwa cara yang sama tidak akan pernah bisa menghasilkaan perbedaan, adalah kegilaan jika fikiran yang sama mengharapkan hasil yang berbeda “expecting different result” begitu halnya dengan demokrasi yang telah kita jalani selama ini, ia tidak akan dapat bekerja maksimal dan menghadirkan kesejahteraan apabila cara kita memandang demokrasi masih sama yakni sebatas cara, sistematika dan prosedur memperoleh kekuasaan saja, dalam teorinya dijelaskan bila demokrasi hanya menyentuh aspek prosedur, tata cara dan sistematika saja, maka yang terjadi hanyalah pertunjukan kuantitas, tentang bagaimana cara banyak mengalahkan yang sedikit. 

Itulah kenapa demokrasi yang selama ini mendapat puja dan puji belum bisa menghadirkan kesejahteraan sebab fikiran kita tentangnya hanya sebatas cara mendapatkan kekuasaan melalui banyaknya suara, karena nya kekuasaan cenderung akan mencari cara bagaimana mendapatkan suara yang banyak, hingga akhirnya cara paling mudah dilakukan, yaitu dengan menggunakan politik uang yang dalam prasa zaman now dikenal dengan “money politic”. 

money politic selalu diawali oleh kekeliruan pandangan tentang bagaimana demokrasi itu sendiri, jika demokrasi dipandang sebagai sistem nilai dalam upaya menghadirkan kesejahteraan bersama, maka dalam proses demokrasi money politic tidak akan terjadi, dan sebaliknya apabila demokrasi di kenali hanya sebagai sebuah cara mendapatkan kuasa melalui suara terbanyak yakinlah gagal faham ini yang menjadi pangkal di praktikannya politik uang. 

Apabila definisi sempit ini difahami rakyat maka ia akan bersedia suaranya ditukar via lembaran rupiah, dan apabila hal ini yang difahami oleh kandidat maka ia akan berusa mengumpulkan uang via apa saja, bersekutu dengan kapitalisme, berkarib dengan rentenir apapun asalkan urusan pertukaran suara dengan nominal rupiah dapat disanggupi. Dari situasi inilah rasanya pemahaman yang utuh, dan menyeluruh tentang demokrasi harus kita miliki baik sebagai rakyat terlebih kandidat yang berkenginan menjadi salah satu pemain di arena demokrasi. 

Dalam sejarahnya demokrasi lahir sebagai sistem bagaimana pemerintahan Athena dijalankan, semasa itu tiap warga negara yang sudah dewasa berhak bicara dan diminta pandanganya tentang situasi maupun perkara yang ada. Dalam mekanisme pemilihan kandidat menyambangi pintu rumah, saling berargumentasi dan dialog tentang rencana kerja nantinya. 

Meski tak bisa di bandingkan antara demokrasi versi Athena dulu dengan yang ada sekarang setidaknya kita bisa belajar bahwa demokrasi adalah kerja keras bukan perkara instan, mereka yang menjadi Archon (eksekutif) adalah orang yang betul-betul memahami persoalan dan betul betul dipersiapkan secara matang. Artinya sistem pengkaderan masa itu berlansung baik, sedangkan di zaman now proses kaderisasi sudah tidak jelas. 

Setelah demokrasi Athena lama terkubur ia kembali bangkit di Prancis, dalam sejarahnya demokrasi disana adalah sebuah gerakan yang membebaskan rakyat dari situasi dimana pemerintah memiliki kekuasaan mutlak baik yang berbasis teokratis maupun yang berbasiskan duniawi seperti dalam konsep Thomas Hobes tentang laviathan. Masa itu praktik korupsi dan bermegah megahan memberikan kesadaran bagi tiap manusia perancis untuk melakukan perubahan. Melalui situasi inilah pikiran-pikiran tentang kedaulatan rakyat yang disederhanakan menjadi liberte, egalite dan freternite (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan) menjadi landasan perjuanga masa itu. 

Dari sejarah revolusi Prancis ini kita ketahui bahwa demokrasi adalah niat baik yang menghendaki martabat manusia di junjung tinggi, demokrasi adalah cita-cita yang menginginkan setiap rakyat berdiri sejajar tanpa terkecuali, dari apa yang terjadi di Athena kita bisa jelaskan bahwa demokrasi adalah persiapan kepemimpinan yang berdiri atas kemampuan, pengetahuan dan itikad baik yang bila kita bandingkan dengan kenyataan demokrasi sekarang ini substansi atas demokrasi mulai memudar dan yang tinggal hanyalah bagaimana cara memilih penguasa itu saja. Sedangan demokrasi sebagai jalan perjuangan telah banyak di lupakan. 

Boleh lah saya jelaskan bahwa yang kita jalankan selama ini adalah demokrasi semu, yang hanya berbicara tentang siapa yang mendapatkan banyak suara dalam pemilihan tanpa kita tanyakan bagaimana suara itu dihimpun, apakah dengan perjuangan, dialektika, mendengarkan dan keinsafan bahwa kekuasaan adalah pengabdian atau dengan cara super instan menabur uang yang kemudian rakyat berhutang suara sebab menerima lembaran uang tersebut dengan pandangan bahwa kekuasaan adalah jalan pintas mendapat kekayaan. 

Selama cara kita memandang demokrasi tidak berubah maka pelaksanaan, dan hasilnya tidak akan pernah berubah.

Oleh karena itu memahami demokrasi sebagai perjuangan bersama dalam rangka menghadirkan kebaikan dan kebajikan publik (the common good) adalah salah satu cara agar mereka yang berniat berkuasa tidak berkhidmat atas selain rakyat.

Kepada mereka yang memahami betul demokrasi sudah selayaknya menggambil peran dalam arena perjuangan ini agar sistem politik kita menjadi lebih baik dan nantinya bisa menghadirkan kesejahteraan buat semua. 

Ingatlah bahwa kebaikan tidak dapat dicapai selama orang baik tidak masuk kedalam sistem yang buruk lalu merubahnya menjadi baik. Demikianlah. 

*)Peneliti Institut Demokrasi dan Pemerintahan Daerah (Indepemda), dan Mahasiswa akhir FISIP ULM.

favourite category

...
test section describtion

Whatsapp Button works on Mobile Device only

close
pop up banner