Pengamat Ekonomi ULM Angkat Bicara Mengenai Kelangkaan Premium dan Kenaikan Pertalite | Berita Banjarmasin | Situs Berita Data & Referensi Warga Banjarmasin

Rabu, 28 Maret 2018

Pengamat Ekonomi ULM Angkat Bicara Mengenai Kelangkaan Premium dan Kenaikan Pertalite

Banjarmasin, BBCom - Pemerintah secara perlahan mulai menghilangkan bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Premium di sejumlah wilayah di Tanah Air pada tahun ini. Langkah itu didasari standar emisi yang disyaratkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.20/MENLHK/Setjen/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru.
Salah satu SPBU yang terletak di Jalan Adhyaksa, Banjarmasin/beritabanjarmasin.com
Penghilangan Premium secara bertahap hadir tak lama setelah penaikan harga bahan BBM non subsidi jenis Pertalite, akhir pekan lalu. Rata-rata kenaikan sebesar Rp 150 sampai Rp 200 per liter. 

Kenaikan tersebut membuat masyarakat di sejumlah daerah termasuk di Banjarmasin menjadi gaduh ditambah dengan ketersediaan premium yang begitu minim. 

Harmono (25) warga di jalan Letjen. S. Parman menyampaikan bahwa kenaikan harga BBM non subsidi (pertalite) yang saat ini mencapai Rp.8000/liter membawa problem tersendiri bagi masyarakat khususnya masyarakat dalam tataran ekonomi bawah.

"Kebijakan pemerintah di era ini bukannya membantu meringankan beban luka masyarakat di era pemerintahan sebelumnya, malahan semakin 'membunuh' secara perlahan rakyatnya sendiri," ujarnya kepada beritabanjarmasin.com, Kamis (28/03).

Senada dengannya, Emilia (22) warga Cendana terkejut dengan adanya kenaikan dari pertalite ini.

"Jujur saya kaget, karena satu bulan terakhir pun harga BBM juga naik dan tiba-tiba ada pemberitahuan bahwa dinaikkan lagi, otomatis ini yang kedua kalinya. Sebagai masyarakat yang sering menggunakan kendaraan bermotor pribadi untuk berangkat kerja. Saya sering menggunakan bahan bakar pertalite sekali ngisi dengan uang Rp. 20.000,- sudah dapat full, sekarang kalau ngisi full bisa sampai Rp. 23.000 bahkan Rp. 25.000,-" ujarnya.

Beda cerita dengan Harmono dan Emilia, Taufan (22) yang sehari-hari bertugas sebagai Marbot di salah satu kampus di Banjarmasin mengaku merasa dirugikan karena awalnya cukup mahal, sekarang makin mahal karena naiknya harga pertalite tersebut. 

Pengamat Ekonomi dari Universitas Lambung Mangkurat, Ahmad Yunani menilai bahwa pemerintah menaikan harga BBM non subsidi (pertalite) karena dari sisi pemerintah masyarakat sudah dianggap mampu secara ekonomi salah satunya terlihat dari banyaknya pengguna kendaraan bermotor roda dua.

Ia menghawatirkan takutnya apabila subsidi ditambah akan dimainkan oleh masyarakar kalangan atas yang pada umumnya mereka mampu tapi tetap memakai BBM bersubsidi (premium).

Masih olehnya, ia mengutarakan bahwa APBN hanya Rp. 2.200 triliun, pemasukan dari pajak hanya Rp. 1.800 triliun.

"Ya, Anda mampu bayangkan dengan kondisi defisit negara sekitar Rp. 400 triliun jika subsidi itu ditambah maka akan meningkatkan cost, karena apabila memang negara kita ingin bersaing subsidi harus di kurangi ke sektor lainnya seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur," tuturnya yang juga Doktor Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan jebolan Universitas Airlangga. 

Ia berharap masyarakat menengah keatas agar lebih bijak dalam mengkonsumsi BBM, jika memang mampu pakailah BBM non subsidi agar tidak mengambil hak orang miskin. (ghomadi/ayo)

favourite category

...
test section describtion

Whatsapp Button works on Mobile Device only

close
pop up banner