Peranan Ulama di Balik Peristiwa Hari Pahlawan | Berita Banjarmasin | Situs Berita Data & Referensi Warga Banjarmasin

Selasa, 10 November 2015

Peranan Ulama di Balik Peristiwa Hari Pahlawan

Peranan ulama dalam sejarah perjuangan Indonesia tidak mungkin bisa diabaikan. Tercatat nama KH. Hasyim Asyari, pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang mendorong terjadinya peristiwa Pertempuran Surabaya tanggal 10 November 1945 yang mendasari lahirnya Hari Pahlawan.

Hasyim Asyari lahir di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 dengan nama lengkap Mohammad Hasyim Asyari. Mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng dan organisasi NU. Kakek almarhum Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini meninggal di Jombang, 25 Juli 1947 pada umur 72 tahun.

Sejarah Pertempuran Surabaya

Setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, pada tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya.

Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.

Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.

Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby.

Pada tanggal 10 November 1945 tentara Inggris mulai bergerak ke Surabaya, melakukan penyerangan lewat darat dan udara. Meskipun dengan adanya tindakan perjuangan yang heroic dari pejuang Indonesia, setengah kota Surabaya berhasil dikuasai dalam waktu 3 hari dan Pertempuran Surabaya sendiri memakan waktu selama 3 minggu. Jumlah korban jiwa dari para pejuang Indonesia mencapai 6.500 – 15.000 jiwa sementara pihak Inggris sebanyak 600 orang.

Pertempuran Surabaya membuat Indonesia kehilangan banyak persenjataan. Meskipun demikian pertempuran tersebut telah menyalakan api perjuangan di Indonesia dan memacu perhatian dunia, terutama dari negara-negara yang telah mengakui kemerdekaan Indonesia.

Fatwa Jihad NU Di Balik Pertempuran Surabaya

Peristiwa 10 November tidak bisa dipisahkan dari peran fatwa Resolusi Jihad NU yang menggerakkan warga dan juga kalangan santri untuk menghantam pasukan sekutu di Surabaya. Adalah KH. Hasyim Asyari yang menggerakkan rakyat melalui fatwa jihad yang kemudian dikenal sebagai resolusi jihad melawan penjajah Belanda pada tanggal 22 Oktober 1945.

Menurut Ishom Hadzik (2000) dalam buku yang ditulis Zuhairi Misrawi berjudul "Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari: moderasi, keumatan, dan kebangsaan", pada masa penjajahan Belanda, Hasyim senantiasa berkomunikasi dengan tokoh-tokoh muslim dari berbagai penjuru dunia untuk melawan penjajahan.

Misalnya dengan Pangeran Abdul Karim al-Khatthabi (Maroko), Sultan Pasha Al-Athrasi (Suriah), Muhammad Amin Al-Husaini (Palestina), Dhiyauddin al-Syairazi, Muhammad Ali, dan Syaukat Ali (India), serta Muhammad Ali Jinnah (Pakistan).

Hasilnya pada 22 Oktober 1945, Hasyim dan sejumlah ulama di kantor NU Jatim mengeluarkan resolusi jihad itu. Karena itulah Hasyim diancam hendak ditangkap Belanda. Namun Hasyim tak bergeming, dia memilih bertahan mendampingi laskar Hizbullah dan Sabilillah melawan penjajah. Hingga muncul sebuah kaidah (rumusan masalah yang menjadi hukum) populer di kalangan kelompok tradisional; hubb al-wathan min al-iman (mencintai tanah air adalah bagian dari iman).

Fatwa atau resolusi jihad Hasyim berisi lima butir:

Pertama resolusi jihad berbunyi; kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus wajib dipertahankan.

Butir ke dua; Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dijaga dan ditolong.

Ketiga; musuh Republik Indonesia yaitu Belanda yang kembali ke Indonesia dengan bantuan sekutu Inggris pasti akan menggunakan cara-cara politik dan militer untuk menjajah kembali Indonesia.

Keempat; umat Islam terutama anggota NU harus mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dan sekutunya yang ingin menjajah Indonesia kembali.

Kelima; kewajiban ini merupakan perang suci (jihad) dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 kilo meter, sedangkan mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus membantu dalam bentuk material terhadap mereka yang berjuang.

Perlu diingat bahwa Resolusi jihad tersebut akhirnya mampu membangkitkan semangat arek-arek Surabaya untuk bertempur habis-habisan melawan penjajah. Dengan semangat takbir yang dipekikkan Bung Tomo, maka terjadilah perang rakyat yang heroik pada 10 November 1945 di Surabaya.

Ika Akbarwati | source: selasar.com | image: mbakfajritut.wordpress.com

Posting Komentar

favourite category

...
test section describtion

Whatsapp Button works on Mobile Device only

close
pop up banner