BANUAONLINE.COM – Rencana
untuk mengganti sistem menjawab ujian nasional (UN) menjadi sistem online dianggap
harus melihat kesiapan infrastruktur pendidikan di daerah. Khususnya di
Kalimantan Selatan, belum semua sekolah mempunyai komputer yang cukup untuk
pelaksanaan ujian nasional secara online tersebut.
Apalagi sampai
sekarang penerapan kurikulum saja masih belum beres bagi para siswa di banua.
Oleh karena itu, Mendikbud Anies Baswedan diminta memperhatikan dengan cermat
persoalan ini. Supaya tak terjadi kekacauan pelaksanaan ujian nasional
mendatang yang kabarnya akan berganti nama menjadi evaluasi nasional (enas).
Direktur
Eksekutif Institut Peduli Pendidikan (IPP) Kalimantan Selatan, Rizaldi
Nazaruddin mengatakan, pada UN online para siswa tidak lagi mengerjakan soal
ujian di lembar jawaban komputer dan membulatinya dengan pensil 2B. Namun hanya
duduk di depan komputer yang sudah dihubungkan dengan server dan mengerjakan
soal menggunakan komputer. “Kami menganggap Kalimantan Selatan belum siap UN
Online. Mendikbud harus mempersiapkan infrastrukturnya dulu, baru diterapkan di
sini,” kata Rizaldi (1/2015).
Dijelaskannya,
ada permasalahan lain yang menanti, yaitu untuk sekolah di daerah terpencil.
Tidak semua sekolah, khususnya di daerah terpencil memiliki laboratorium
komputer yang bisa digunakan untuk pelaksanaan UN Online. Selain itu, jaringan
komputer, kata dia, tentu memerlukan teknisi khusus untuk mengoperasikannya. “Kalau
daerah perkotaan seperti Banjarmasin mungkin sebagian besar siap. Tapi
pertanyaannya bagaimana dengan di daerah terpencil? Apa siswa disuruh ke kota
dulu hanya untuk menjawab soal ujian,” kritiknya.
Kondisi
kelistrikan di Kalimantan Selatan yang masih biarpet dianggapnya menjadi salah
satu kendala pelaksanaan UN online. Apalagi untuk pelaksanaan UN online
benar-benar bergantung pada energi listrik untuk menghidupkan komputer. Jika
saat UN tiba-tiba listrik padam, bisa mengganggu konsentrasi para siswa.
Pelaksanaan UN
online menurutnya memang merupakan gagasan yang bagus karena bisa menghemat
biaya dan waktu, namun di satu sisi perlu persiapan yang benar-benar matang.
Jangan sampai seperti penerapan kurikulum, hingga seolah terjadi dualisme
kurikulum untuk para siswa di Indonesia. Sebagian masih menjalankan kurikulum
2013, sebagian lagi kembali ke kurikulum 2006. “Tidak bisa sembarangan,
perhatikan sekolah di daerah terpencil. Kalau mau UN online, ya harus siap
dengan konsekuensi untuk menyediakan sarananya di sekolah,” ujarnya.
Sementara itu,
anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Selatan, H Haryanto yang membidangi
pendidikan dan kesejahteraan masyarakat berpendapat pelaksanaan UN secara
online ke depan memang sudah seharusnya dilaksanakan. Namun ia juga sependapat
kalau sarana pendukung pelaksanaan UN online harus dilengkapi terlebih dahulu. “Ya
jangan terburu-buru namun tidak siap. Harus siap dulu,” kata dia. (stp/mb)
Posting Komentar