Konflik Agraria Ancam Kalsel | Berita Banjarmasin | Situs Berita Data & Referensi Warga Banjarmasin

Jumat, 26 September 2014

Konflik Agraria Ancam Kalsel

BANJARMASIN - Sektor pertanian adalah sektor yang berkontribusi besar baik bagi pemasukan daerah maupun kontribusinya bagi menopang kesejahteraan masyarakat secara umum di Kalsel. Hingga 2014, ada sekitar 40 konflik sengketa lahan di Kalsel, antara petani dan perusahaan.
Seperti diketahui, Kalsel sendiri adalah salah satu penghasil batubara dan kelapa sawit terbesar di Indonesia. Dampak dari hal itu, lahan pertanian milik masyarakat banyak tergerus untuk pertambangan dan perkebunan milik swasta. Ditambah lagi pembangunan yang semakin meningkat menggerus lahan pertanian.
Mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) pusat, Berry Nahdian Furqon mengatakan, konflik antara masyarakat dengan perusahan bisa semakin meluas dan mengancam kedamaian di Kalsel jika dibiarkan. “Sektor pertanian Kalsel terus tergerus oleh pola pembangunan yang mengedepankan sektor lainnya seperti pertambangan, perkebunan skala besar, perluasan daerah industri dan pemukiman,” kata Berr.
Dari tahun 2011 lalu laporan sengketa lahan selalu menjadi langganan. Sengketa tersebut antara perusahaan dan masyarakat di Kalsel. Berdasarkan data DPRD Kalsel tahun 2011-2012 lalu, lokasi terbanyak sengketa lahan ada di Kabupaten Tanah Bumbu, Balangan, Tanah Laut dan Kotabaru. Konflik lahan ini kebanyakan melibatkan perusahaan tambang batu bara dan perkebunan kelapa sawit. Di 2011 ada sekitar 30 laporan sengketa lahan , sedangkan di 2012 ada sekitar 28 laporan yang masuk ke DPRD Kalsel, berdasarkan arsip data Mata Banua.
Di hari tani yang diperingati kemarin, Berry menjelaskan penyebab sengketa lahan di Kalsel adalah buah dari konsep dan pola pembangunan yang keliru oleh pemerintah daerah selama ini. Yaitu pembangunan dengan konsep mekanisme pasar bebas dan pola monopoli strategi "menetes kebawah" yang telah gagal. “Sehingga berdampak bagi pembangunan pertanian kita dan terutama bagi petani itu sendiri di banua,” ujarnya.
Lahan-lahan produktif menurutnya malah dialihfungsikan, sehingga petani kehilangan tanah yang semakin dikuasai oleh segelintir orang dan korporasi, komoditi dan sistem perdagangan. Serta dikendalikan pasar melalui korporasi dan para tengkulak, akses petani kecil terhadap bibit, pupuk dan alat-sarana pertanian jadi terbatas. Belum lagi akibat dari dampak kerusakan lingkungan oleh aktivitas tambang yang mengakibatkan gagal tanam dan gagal panen. “Nah oleh karenanya, memperingati hari tani nasional kami ingin mengingatkan pemerintah daerah untuk mengkoreksi kesalahan tersebut agar bisa berbenah. Selain itu masalah sengketa lahan di Kalsel jangan dianggap remeh,” cetusnya.
Ditambahkannya, dalam menyelesaikan berbagai persoalan sengketa lahan yang ada di Kalsel bisa dimulai dengan membentuk tim penyelesaian konflik agraria daerah dan membentuk badan musyawarah tani daerah. Tim penyelesaian konflik agraria ini, kata Berry, akan bekerja melakukan inventarisir konflik agraria, menganalisa, membuat mekanisme penyelesaian konflik dan memastikan penyelesaiannya. “Tentunya menguntungkan bagi petani. Sementara badan musyawarah tani daerah yang akan merumuskan kebijakan dan strategi pertanian kedepan akan menjadi acuan bagi penyelesaian persoalan pertanian dan pembanguan pertanian di daerah kedepan,” paparnya.
Ia berharap Kalsel bisa mempelopori dan memimpin keberhasilan sektor pertanian yang bertumpu pada kekuatan dan potensi lokal, dengan memberdayakan secara riil para petani. sehingga mampu memicu swasembada pangan nasional dan melepaskan ketergantungan dengan pihak luar. “Pemerintah daerah harus berpikir membuat Kalsel tak lagi sebagai lumbung batubara dengan segala kerusakan yang ditinggalkannya. Namun menjadikan Kalsel sebagai lumbung pertanian nasional. Juga harus pro rakyat dalam masalah sengketa lahan,” pungkasnya. (stp)

favourite category

...
test section describtion

Whatsapp Button works on Mobile Device only

close
pop up banner