BERITABANJARMASIN.COM - Jelang hari ibu yang diperingati besok 22 Desember 2015, tim redaksi beritabanjarmasin.com ingin berbagi inspirasi kepada para pembaca yang tercinta. Inspirasi ini adalah pengalaman dari seorang perempuan yang luar biasa di Kalimantan Selatan. Sosok kita kali ini adalah Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah, Amd.hyp. ST. M.Kes.
Seorang perempuan sekaligus ibu yang luar biasa karena mampu mencatat prestasi bahkan sempat masuk dalam rekor MURI sebagai guru besar termuda di Indonesia.
Ia menjadi guru besar termuda pada bidang kesehatan masyarakat di Indonesia dalam usia 36 tahun 11 bulan. Para perempuan di Indonesia, khususnya di Kalimantan Selatan, bisa menjadikan kisah ini sebagai inspirasi untuk bisa berkarya dan berprestasi. Berikut petikan bincang kami dengan beliau.
TIM REDAKSI: Apa pengalaman paling berkesan selama upaya pencapaian mendapat gelar professor, hingga mampu menjadi guru besar termuda di Indonesia?
Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah: Memang gelar sebagai guru besar tidak saya dapatkan dengan begitu saja, banyak perjuangan yang harus saya lakukan. Selama proses pengusulan gelar saya terus berusaha untuk menulis dan membuat penelitian-penelitian, pengajaran, buku ajar/teks, dan lain sebagainya yang semoga bermanfaat bagi dunia pendidikan sekaligus sebagai pemenuhan syarat sebagai guru besar.
Ada satu pengalaman yang tidak akan saya lupakan, ketika saya mengambil surat keputusan gelar profesor ke Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) pada saat hari tanggal libur. Hal itu harus saya lakukan sebagai bukti untuk mendapatkan rekor dari MURI.
TIM REDAKSI: Motivasi utama apa yang bisa membuat anda mampu mencapai prestasi dan mencetak rekor profesor termuda?
Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah: Jenjang pendidikan secara maraton saya tempuh, tanpa mengenal lelah. Penelitian demi penelitian telah saya geluti sebagai upaya pengembangan dunia pendidikan dan beberapa pelatihan telah saya ikuti untuk menambah wawasan dan pengalaman ilmiah saya, kini saya telah menggapai gelar profesor (Guru Besar).
Sejak semula meraih rekor dalam bidang pendidikan adalah salah satu motivasi saya dalam menempuh pendidikan. Saya ingin menunjukkan bahwa perempuan dapat menggapai pencapaian tertinggi dalam dunia ilmiah dan pendidikan.
Saya ingin mendobrak paradigma yang selama ini dipahami masyarkat bahwa seorang profesor identik dengan seorang yang,tua dengan rambut yang sudah memutih, mengenakan kacamata dan kebanyakan seorang laki-laki. Proses pendidikan yang panjang membuat dosen-dosen wanita mengalami kesulitan untuk meraihnya. Selain tugas sebagai seorang pendidik di akademik, juga sebagai ibu dan istri.
Gelar guru besar terwujud atas dukungan rektor unlam Prof. Sutarto Hadi dan Pembatu Rektor 1 DR. Aliem Bachri dan jajaran dekan FK Prof. Ruslan Muhyi, Sp.A(K) serta Pembantu Dekan Prof. Zairin Noor serta jajaran, Kaprodi PSKM Ibu Lenie Marlinae serta teman-teman sejawat.
TIM REDAKSI: Pesan untuk para perempuan di Indonesia?
Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah: Sebagai perempuan jangan takut untuk berkembang, untuk belajar, untuk mencari tahu, untuk berpendapat, untuk berpikir, dan berbicara selama itu masih dalam koridor yang tepat. Sampaikan lah semua yang kita ingin katakan dan lakukan dengan cara yang tepat, sehingga apa yang tuju dapat tercapai.
Sebagai perempuan kita juga berhak untuk mendapatkan apa yang kaum laki-laki dapatkan, namun bukan untuk menyaingi atau merendahkan kaum laki-laki, namun kita dapat berjalan bersama dengan saling mendukung.
TIM REDAKSI: Selama studi S3 bagaimana anak-anak ibu? Bagaimana dengan dukungan suami dan keluarga? (BACA HALAMAN 3)
Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah: Saat studi S3 peran dari keluarga dan suami sungguh sangat membantu saya, pengertian dan dukungan dari mereka merupakan motivasi tambahan untuk saya. Selama masa studi saya mengajak serta anak saya yang pertama ke Malang. Saat itu putri saya berumur 3 tahun, setiap hari berangkat kuliah mengantarnya ke sekolah yang tidak jauh dari kampus Univ. Brawijaya. Sementara suami saya bekerja di Kalimantan untuk mencari nafkah dan untuk biaya kuliah S3 saya, karena beasiswa dari pemerintah tentu tidak cukup untuk membiayai keseluruhan kebutuhan kuliah dan penelitian.
Selama kuliah putri pertama saya bahkan sempat lulus PAUD, TK dan masuk SD di Malang. Anak saya bertanya pada saya “Mama kok belum lulus-lulus?, Zaza saja sudah lulus pindah sekolah 3 kali. Namun akhirnya saya lulus setelah menempuh studi selama 4 tahun dan anak saya pindahkan ke Kalimantan saat kelas 3 SD.
Salam Sukses.
Wassalamualaikum. Wr.Wb