KAMMI Banjarmasin Lakukan Gebrakan Baru | Berita Banjarmasin | Situs Berita Data & Referensi Warga Banjarmasin

Jumat, 08 Mei 2015

KAMMI Banjarmasin Lakukan Gebrakan Baru

Dalam memperjuangkan kesetaraan gender, Indonesia memiliki sejarahnya tersendiri dimana perjuangan ini dimulai (salah satunya) oleh tokoh perempuan Indonesia pada masa penjajahan Belanda, R.A Kartini. Sedangkan dalam hal memperjuangkan kebijakan peka gender, dalam perjalanan sejarahnya, Indonesia telah melahirkan berbagai kebijakan mengenai hal tersebut (Suraji: 3-4). 


Sejak runtuhnya masa Orde Baru pada tahun 1998, Indonesia sudah empat kali melaksanakan pemilu demokratis, yakni Pemilu Tahun 1999, 2004, 2009 dan 2014. Meskipun masih terjadi kecurangan di beberapa tempat mengenai persoalan administrasi, intimidasi dan mobilisasi, serta politik uang, tetapi secara umum pemilu Indonesia bisa dikatakan lancar (Soetjipto, 2005:15). Terkait dengan hal tersebut, sejak tahun 2004, Indonesia telah menerapkan affirmative action dalam sistem pemilunya, yakni dengan diterapkannya kuota mengenai pencalonan perempuan sebesar (minimal 30%). Begitu pula pada Pemilu 2009, yang bahkan dibuat peraturan yang lebih rinci mengenai representasi perempuan di ranah legislatif. Sedangkan menjelang Pileg 2014, aturan mengenai kuota perempuan sebesar (minimal 30%) tetap ada, dan diperkuat dengan adanya aturan-aturan lain (PKPU) mengenai tata cara kampanye, penggunaan dana kampanye, serta aturan pencalonan.
Meskipun Indonesia sudah membuat kebijakan-kebijakan affirmative action, representasi perempuan dalam politik masih belum bisa terjamin secara penuh. Dalam hal ini, persoalan mengenai representasi perempuan dalam politik, masih mendapat banyak tantangan seperti persoalan budaya patriarki, kurangnya modal dan jaringan, persoalan internal partai, serta kuatnya persaingan dengan calon laki-laki.
Di sisi lain, perlu dicatat bahwa peningkatan kuantitas anggota DPR perempuan tidak selalu berbanding lurus dengan kualitasnya. Hal ini disebabkan banyak partai politik yang belum siap untuk merekrut dan membekali anggota perempuannya, sehingga mereka hanya (akan) “asal comot”, demi pemenuhan kuota. Kekhawatiran yang lebih besar muncul, ketika jumlah anggota DPR perempuan meningkat, namun tidak diikuti dengan meningkatnya kebijakan peka gender di Indonesia.
Oleh karena itu, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) sebagai sebuah organisasi pengkaderan dan pergerakan yang lahir dari rahim reformasi tergerak untuk mengkaji lebih dalam peran dan keterwakilan perempuan di Parlemen. Menelisik kembali betapa pentingnya peran dan keterwakilan perempuan di Parlemen agar memberikan semangat juang kepada perempuan-perempuan di Kalimantan Selatan khususnya dan Indonesia pada umumnya untuk turut andil berjuang membangun bangsa melalui parlemen.

HADIRILAH DIALOG KEBANGSAAN
“ Menelisik Peran dan Keterwakilan Perempuan di Parlemen”

Narasumber :
1. Hj. Ledia Hanifa Amaliah, Ssi., Mpsi.T (Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI)
2. Hj. Normiliyani AS, S.H. (Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Selatan)
3. Elly Rahmah, S.E. (Anggota DPRD Kota Banjarmasin)
4. Lena Hanifah, S.H., L.LM (Akademisi Universitas Lambung Mangkurat)

Moderator :
Mustipahani (Sekretaris Umum KAMMI Daerah Banjarmasin

hari/tanggal : Kamis/14 Mei 2015
tempat : AULA BANJARMASIN POST
waktu : 08.30-12.30 Wita


PD KAMMI BANJARMASIN

Posting Komentar

favourite category

...
test section describtion

Whatsapp Button works on Mobile Device only

close
pop up banner